Pernikahan Kristen adalah pernikahan di dalam kategori
kovenan (Perjanjian) yang berorientasi kepada Allah. Mengapa demikian? Sebab
yang menikah adalah umat Allah sehingga harus menurut dan tunduk kepada
perintah-perintah Allah yang diberikan melalui Alkitab secara mutlak. Bukan
bermain-main.
Dalam
menjalankan kehidupan pernikahan, tidak diperkenankan menggunakan cara-cara
manusia, walaupun sudah Kristen atau hamba Tuhan, tetapi harus cara-cara Tuhan.
Sebab walaupun sudah Kristen, namun kecenderungan untuk keliru dan berdosa itu
masih ada, karena manusia Kristen pun masih bersifat daging, dan sewaktu-waktu
bisa menduakan Roh Kudus (Efesus 4:30), termasuk didalamnya cara menghadapi
pergumulan keluarga.
Khusus
secara pernikahan secara prinsip bahwa Allah tidak menghendaki adanya
perceraian (baca, Maleakhi 2:16, Mat 19:6, 1 Kor 7:27). Jadi dari sisi Allah
sebagai pencipta adanya lembaga pernikahan, dan memungkinkan manusia diciptakan
berlawanan jenis agarmenikah, tidak diijinkan untuk bercerai. Inilah masalah
prinsipil. Namun ini ditinjau dari prespektif Allah.
Namun
yang jadi masalah di dalam pernikahan, secara riil kan bukan Allah, namun yang
menikah ( suami dan istri ), Jadi diantara yang menikah yang bermasalah, bukan
Allah.
Sebab
sekali lagi, Allah tidak pernah berbuat kesalahan atau dosa. Apalagi
berhubungan dengan pernikahan. Tetapi manusia sendiri khususnya yang menikah.
Dengan begitu dari perspektif Allah, Ia tidak menghendaki adanya perceraian.
Allah
didalam Alkitab bukanlah Allah yang tidak memahami problem, termasuk
problem di dalam pernikahan. Itulah
sebabnya Tuhan Yesus mengambil hakekat manusia (berinkarnasi), yakni menjadi
sama dengan manusia, sehingga Allah didalam Alkitab disamping Ia Allah yang maha
tahu tetapi juga masuk di alam sejarah manusia secara langsung dan merasakan
penderitaan manusia, bahkan penderitaan yang melampaui penderitaan manusia.
Ketika
problem terjadi di dalam pernikahan Kristen, yakni diantara suami dan istri
maka solusi yang diajarkan oleh Alkitab, khususnya oleh Tuhan Yesus adalah (1)
perceraian hanya diijinkan oleh karena ada salah satu yang berzinah (2) istri
yang sudah diceraikan atau laki-laki, tidak diijinkan untuk menikah, sebab jika
menikah lagi maka hidup kedianya dalam kategori berzinah (3) perceraian dan
permintaan surat cerai karena ketegaran hati umat Allah (dalam Perjanjian Lama)
(4) perceraian diijinkan karena tidak menikah dengan orang seiman, atau
walaupun Kristen namun sebenarnya tidak punya iman (5) pernikahan kembali
diijinkan jika memang tidak bisa tahan, karena
ada perhitungan jangan terbakar oleh hawa nafsu ( Mat 5:31.32, 19:1-12,
1 Kor 7:8,9,12,13)